selamat datang atas kunjungan anda di the cyber indonesia.selamat menikmati artikel yang kami siapkan untuk anda

Kamis, 01 November 2012

Sang Pencetus Desa Listrik Tanpa BBM



Ilustrasi. (Foto: Corbis)

MAKASSAR - Tidak semua mahasiswa di Makassar suka tawuran. Salah satu pengecualian itu Harianto Albar, Mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar (UNM). Ia menorehkan prestasi gemilang, yakni keluar sebagai pemenang dalam lomba Satu Indonesia Award 2012.

Anto, panggilan akrab mahasiswa asal desa terpencil Sulsel tersebut, berhasil menyabet kategori teknologi mengungguli 1.080 karya dari seluruh Indonesia. Ia mencetuskan penerangan desa berkat penemuan daya listrik dari pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).

Mahasiswa UNM angkatan 2007 itu tergerak mengembangkan potensi sumber energi terbarukan karena melihat desanya di Bacu-Bacu, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan, belum juga dialiri saluran listrik. Sementara di sisi lain, mengharapkan pasokan listrik dari PT PLN begitu payahnya.

Lagi pula jika mengharapkan penerangan dari generator set, harga genset yang mahal dan daya beli bahan bakar solar juga menjadi kendala masyarakat Bacu-Bacu.  Sedangkan Bahan Bakar Minyak (BBM) diperoleh masyarakat dari berjalan kaki atau naik kuda sejauh 15 kilometer ke ibukota kabupaten. Harga BBM pun sering melambung, bahkan dapat mencapai dua kali lipat. 

Sementara kondisi ekonomi masyarakat setempat kebanyakan berpenghasilan rendah. Desa Bacu-Bacu dihuni oleh penduduk yang 80 persen hanya mengenyam pendidikan tamat SD dan selebihnya tidak tamat SD.

Mengacu keterbatasan itu, Anto mencari ide buat menghasilkan listrik murah. Di akhir 2008, melalui internet dan belajar otodidak, akhirnya menemukan ide pemanfaatan mikrohidro dengan memanfaatkan alur sungai yang mengalir di desanya.

Di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang cocok, Anto membangun turbin. Ia manfaatkan kayu bekas dari tukang kayu, membangun rancangan instalasi dari kabel seharga Rp500 per meter, dan memanfaatkan kayu aren sebagai pembendung sungai sebagai pengganti pipa.

"Alhamdulillah indikator yang saya rakit berhasil menyala.  Masyarakat tanpa diminta turun tangan membantu. Keraguan mereka selama ini terhapus dengan berhasilnya percobaan yang saya buat," ungkap Anto kepada Okezone, Senin (29/10/2012) malam.

Awalnya, hanya untuk menerangi rumahnya. Penemuan Anto lalu berkembang pesat mencakup satu desa. Sebulan setelah tahap pertama, dia dan warga membeli generator berkapasitas lima kilowatt (KW) dan merakit kincir angin dari besi dibalut ban bekas pembajak sawah yang akhirnya mampu menerangi 12 rumah.

Saat ini, PLTMH yang dibuatnya sudah mencapai lima titik instalasi yang menghasilkan kapasitas 65 KW untuk menerangi rumah-rumah yang dihuni 289 Kepala Keluarga dengan pengolahan secara swadaya.

Anto membentuk kelompok instalasi yang didampingi satu orang teknisi. Kelompok tersebut bertanggung jawab penuh terhadap instalasi mulai dari perawatan hingga pengoperasian serta keberlanjutan dan pengawasan untuk menjaga agar tetap berjalan.

Demi menekan biaya operasional, setiap rumah dibatasi jumlah daya tertentu.  Rumah tipe pertama dengan kapasitas maksimal 100 Watt dikenakan biaya Rp10 ribu per bulan. Tipe rumah kedua dengan kapasitas maksimal 250 Watt berbiaya Rp20 ribu/bulan. Rumah tipe ketiga sampai 500 Watt dengan biaya Rp50 ribu/bulan.

"PLTMH ini tidak hanya membawa perubahan dalam hal penerangan dan akses informasi, tapi juga keterbukaan masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke perguruan tinggi. Selain itu perekonomian masyarakat meningkat dengan adanya pendampingan pengolahan tani," ujar Anto.

SATU Indonesia Awards merupakan anugerah penghargaan untuk generasi muda Indonesia yang berprestasi dan mempunyai kontribusi positif untuk lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Pemenang dinilai oleh beberapa juri, yang memverifikasi langsung ke lokasi. Teknologi menjadi satu dari lima kategori yang dilombakan. Kategori lain, yakni lingkungan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi, kewirausahaan. (ade)

0 komentar :

love is indonesia